BI Optimistis Inflasi Berada di Bawah 3 Persen pada 2023 dan 2024

AED.OR.ID – Bank Indonesia (BI) optimistis inflasi akan turun dan kembali ke angka 3 persen pada 2023 dan 2024 mendatang. Pernyataan ini disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2022 yang digelar secara hybrid di Jakarta, Rabu (30/11).

Menurut Perry, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) diprakirakan menurun dan kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen pada 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024.

Read More

“Dengan inflasi inti akan kembali lebih awal pada paruh pertama 2023, seiring dengan tetap terkendalinya inflasi harga impor (imported inflation) dengan nilai tukar Rupiah yang stabil dan respons kebijakan moneter yang front loaded, pre-emptive, dan forward looking,” kata Perry Warjiyo.

Selain menyampaikan proyeksi soal inflasi, Perry juga memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3 persen. Sedangkan tahun 2024 meningkat menjadi 4,7-5,5 persen.

Hal tersebut sebagaimana didukung oleh konsumsi swasta, investasi, dan tetap positifnya kinerja ekspor di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Selain itu juga, proyeksi ini diperkuat oleh sinergi dan inovasi yang menjadi kunci dari prospek kinerja ekonomi Indonesia pada 2023 dan 2024 guna melanjutkan ketahanan dan kebangkitan ekonomi.

Salah satunya, seperti yang telah berkontribusi kuat pada terkendalinya inflasi, yakni dengan menggelar koordinasi kebijakan antara BI bersama Pemerintah Pusat dan Daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Meski demikian, optimisme terhadap pemulihan ekonomi perlu terus diperkuat dengan tetap mewaspadai rambatan dari ketidakpastian global.

“Termasuk risiko stagflasi (perlambatan ekonomi dan inflasi tinggi) dan bahkan resflasi (resesi ekonomi dan inflasi tinggi). Hal ini mengingat risiko koreksi pertumbuhan ekonomi dunia dan berbagai negara dapat terjadi apabila tingginya fragmentasi politik dan ekonomi terus berlanjut, serta pengetatan kebijakan moneter memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu menurunkan inflasi di masing-masing negara,” jelasnya.

Lebih lanjut, Perry mengatakan bahwa stabilitas eksternal akan tetap terjaga. Hal ini akan terlihat dari transaksi berjalan yang diprakirakan berada pada kisaran surplus 0,4 persen sampai dengan defisit 0,4 persen dari PDB pada 2023 dan surplus 0,2 sampai dengan defisit 0,6 persen dari PDB pada 2024.

Sementara neraca modal dan finansial surplus didukung PMA dan investasi portofolio. Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga baik dari sisi permodalan, risiko kredit, dan likuiditas. Ia memproyeksi, pertumbuhan kredit akan tumbuh pada kisaran 10-12 persen pada 2023 dan 2024.

“Ekonomi dan keuangan digital juga akan meningkat pada 2023 dan 2024 dengan nilai transaksi e-commerce diprakirakan mencapai Rp 572 triliun dan Rp 689 triliun, uang elektronik Rp 508 triliun dan Rp 640 triliun, dan digital banking lebih dari Rp 67 ribu triliun dan Rp 87 ribu triliun,” tandasnya.

Editor : Edy Pramana

Reporter : R. Nurul Fitriana Putri



Sumber: www.jawapos.com

Related posts