AED.OR.ID – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, kenaikan pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal III 2022 yang melesat menjadi 5,72 persen secara tahunan atau year-on-year (YoY) disebabkan faktor lucky atau keberuntungan dan extra effort pemerintah.
“Jadi, kalau kita lihat ada dua faktor mengapa pertumbuhan ekonomi kita bisa naik, pertama faktor keberuntungan, dan kedua extra effort yang dilakukan pemerintah,” kata Tauhid Ahmad dalam diskusi publik ‘Respons INDEF Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kuartal-3 Tahun 2022’ Selasa (8/11).
Meski begitu, pihaknya mengapresiasi pertumbuhan ekonomi yang di luar ekspektasi para ekonom. Untuk diketahui, Indef sebelumnya memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2022 sekitar 5,5 persen secara YoY.
Dalam hal ini, Tauhid menegaskan, kenaikan persentase pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan optimisme harus tetap diwaspadai. Terutama soal prediksi perlembatan ekonomi pada kuartal IV mendatang.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2022 terjadi dipengaruhi faktor base year atau tahun dasar yang sangat besar. Sedangkan pada kuartal IV nanti, efek tersebut diprediksi akan hilang.
“Karena kuartal IV 2021 sudah di atas 5 persen jadi effect base year-nya sudah hilang. Nah, itu akan mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi di kuartal IV/2022. Ini satu hal yang cukup serius,” tegasnya.
Selain faktor base year yang akan memengaruhi perlambatan ekonomi kuartal depan, faktor kenaikan harga pada sejumlah barang konsumsi, kata Tauhid, sudah mulai dirasakan sejak akhir September 2022.
Ini ditandai dengan kenaikan inflasi pada September 2022 yaitu inflasi sebesar 5,95 persen (YoY) dan Oktober 2022 sedikit menurun jadi 5,71 persen (YoY). Tauhid menilai ini akan mengurangi potensi konsumsi yang lebih rendah dibanding kuartal III 2022.
Kendati demikian, lanjut Tauhid, ada tiga cara yang dapat dilakukan pemerintah guna mencapai pertumbuhan di atas lima persen tahun ini. Pertama, mempercepat belanja modal dan belanja barang yang masih belum optimal.
“Mempercepat belanja modal dan belanja barang yang hingga Oktober 2022 masing-masing baru mencapai 66,44 persen dan 66,83 persen. Ini perlu ada terobosan sehingga dengan waktu terbatas bisa diselesaikan,” lanjutnya.
Cara kedua, yakni penyesuaian suku bunga acuan Bank Indonesia secara moderat. Menurutnya, selama ini memang sudah ada penyesuaian namun masih lambat dalam merespon kondisi yang terjadi.
Ketiga, lanjutnya, yaitu merespons perlambatan ekonomi pada kuartal akhir lewat penguatan pasar domestik. “Khususnya bagi produk-produk dalam negeri yang berdaya saing di pasar global dan mempercepat industri subtitusi impor,” tandas Tauhid.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Sumber: www.jawapos.com