AED.OR.ID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen untuk memenuhi target Presiden Joko Widodo yang meminta agar inklusi keuangan mencapai 90 persen pada 2024. Begitu juga literasi keuangan Indonesia yang masih masih perlu ditingkatkan.
“Saat ini literasi keuangan di Indonesia 38,03 persen. Sedangkan inklusi sudah 76,19 persen,” papar Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi dalam Hari Santri Nasional 2022 di Pondok Pesantren Al-Munnawir Krapyak, Sabtu lalu (22/10).
Data tersebut menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang menggunakan produk dan jasa keuangan, tapi belum paham. Padahal, tingkat literasi keuangan yang baik dapat menumbuhkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap penawaran investasi ilegal atau bodong yang marak terjadi di masyarakat.
“Ini yang bahaya. Kami terus galakkan. Bekerja sama dengan seluruh stakeholder dan pelaku jasa keuangan untuk mengecilkan gap,” ucapnya.
Sementara untuk keuangan syariah, indeks literasinya hanya 8,93 persen dan literasi di posisi 9,1 persen. Melalui peringatan Hari Santri Nasional 2022, Friderica menyampaikan pentingnya pemahaman keuangan syariah bagi santri.
Santri didorong memiliki tingkat literasi keuangan yang baik. Agar dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam mengakses keuangan pada lembaga jasa keuangan formal.
“Belajar keuangan itu adalah kemampuan kita untuk dapat mandiri secara keuangan nantinya. Karena ilmu tentang pengelolaan keuangan adalah essential life skill atau keterampilan hidup yang sangat penting dibutuhkan oleh kita semua,” tegas mantan Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) itu.
Dalam kesempatan itu, Friderica menyempatkan diri mengunjungi sejumlah debitur Kredit Pemberdayaan Ekonomi Daerah (Pede) dari BPD DIY. Salah satu program Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Jogjakarta di Kelurahan Patehan Kemantren Kraton Jogjakarta. Menyasar merupakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pertanian, perdagangan, perikanan dan kerajinan.
Kredit Pede merupakan implementasi dari Generic Model Skema Kredit Pembiayaan Melawan Rentenir Skema 3 (GM K/PMR). Yakni penyediaan kredit/pembiayaan yang cepat dan murah. Kredit Pede memberikan plafon sebesar Rp 2,5 juta tanpa agunan. Dengan plafon sampai dengan Rp 50 juta dengan agunan tambahan.
Sejak diluncurkan pada 2020, kredit Pede telah dinikmati oleh lebih dari 2.499 debitur. Dengan total nilai sebesad Rp 16,63 miliar. Sedangkan secara nasional sampai triwulan II 2022, TPAKD melalui program K/PMR telah menyalurkan total pembiayaan Rp 4,4 triliun kepada 337.940 debitur.
Kepala Biro Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setda Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) Yuna Pancawati menyebut, perlu koordinasi, kolaborasi, dan sinergi antar berbagai pihak dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga kabupaten/kota. Khususnya, dalam rangka memutus akses pembiayaan ilegal.
Sosialisasi getol dilakukan ke masyarakat. Termasuk pelaku UMKM. Bahkan, juga menyasar pelajar di Jogja. “Melaksanakan sosialisasi juga pembukaan rekening sebagai wujud peningkatan literasi dan inklusi keuangan di 12 SMA/SMK dengan beberapa target program,” bebernya.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Agas Putra Hartanto
Sumber: www.jawapos.com