Krisis Global 2023 Dongkrak Peluang Industri Asuransi

Krisis Global 2023 Dongkrak Peluang Industri Asuransi

AED.OR.ID – Potensi industri asuransi di Indonesia pada 2023 dinilai masih sangat besar. Hal itu didasarkan pada meningkatnya kesadaran masyarakat akan perlunya perlindungan (proteksi) kesehataan dan finansial jika terjadi krisis ekonomi dunia.

Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa juga menjadi peluang pasar yang sangat besar bagi perusahaan asuransi. Berdasar data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat rendah, hanya berkisar 3,18 persen.

Read More

Menurut Survei Manulife Asia Care 2022, sebanyak 83 persen respondens di Indonesia melihat pentingnya memiliki asuransi pada, dan 76 persen respondens berkeinginan membeli produk asuransi untuk menjaga dari segala kemungkinan buruk yang terjadi pada tahun depan.

”Kami percaya bahwa masyarakat Indonesia akan senantiasa membutuhkan proteksi serta rencana pensiun untuk keamanan masa depan mereka,” ujar Presiden Direktur & CEO Manulife Indonesia Ryan Charland di Jakarta dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/12).

Sinyal adanya tekanan ekonomi pada 2023 telah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia berdasar laporan Bank Dunia. Diperkirakan, akan terjadi resesi pada 2023 karena bank-bank sentral seluruh dunia secara bersamaan menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi yang tinggi.

Jika kenaikan suku bunga tersebut disertai dengan tekanan pasar keuangan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global akan melambat menjadi 0,5 persen pada 2023. Artinya, ada kontraksi 0,4 persen per kapita. Kondisi inilah yang secara teknis dimaksud dengan resesi global.

”Dengan kondisi seperti ini berkomitmen memenuhi kebutuhan finansial nasabah dengan memberikan solusi yang mengedepankan kepentingan mereka melalui inovasi produk dan layanan,” sebutnya.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah meyakini, industri asuransi akan bisa melewati tantangan resesi, apalagi sudah teruji bisa bertahan saat krisis ekonomi.

Berdasarkan data OJK, penetrasi asuransi di Indonesia masih rendah. Tercatat pada 2021 baru mencapai 3,18 persen, yang terdiri atas penetrasi asuransi jiwa 1,19 persen, asuransi umum 0,47 persen, asuransi sosial 1,45 persen, dan asuransi wajib 0,08 persen.

Sementara itu, Head of Product Management Manulife Indonesia Richard Sondakh mengakui, tahun depan merupakan tahun yang menantang. “Namun kita akan menjadikan tantangan menjadi peluang untuk terus berinovasi baik dari segi produk maupun layanan,” ujar Richard.

Dia menjelaskan, tiga produk asuransi yang cocok untuk dihadirkan ke nasabah pada masa mendatang. Produk asuransi itu yakni pendidikan anak, kesehatan, serta asuransi jiwa dan penyakit kritis. Produk tersebut akan menjadi produk asuransi pilihan dan menjadi prioritas utama.

“Melihat kondisi ekonomi yang tidak menentu, menciptakan produk asuransi yang terjangkau menjadi pilihan untuk menggapai segmen yang lebih luas,” tukasnya.
Sepanjang 2021, Manulife membukukan kinerja solid. Pendapatan bersih meningkat 42 persen menjadi Rp 12,1 triliun, sedangkan kinerja premi bisnis baru mencapai Rp 7,5 triliun berdasarkan annualized premium equivalent (APE).

Untuk klaim keseluruhan, pada periode Januari-September 2022 sudah membayar klaim sebesar Rp 6 triliun (un-audited). Sedangkan, untuk klaim perawatan Covid-19, sepanjang Januari hingga Oktober 2022, Manulife Indonesia membayar klaim sebesar Rp 83 miliar.



Sumber: www.jawapos.com

Related posts