Senyawa Pemicu Ginjal Akut Tak Digunakan dalam Formulasi Obat

AED.OR.ID – Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menghormati kebijakan pemerintah terkait pelarangan sementara obat sirup anak di Indonesia. Hal ini sebagaimana tertuang dalam surat edaran Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Nomor: SR.01.05/III/3461/2022 perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury). Hal ini dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat dengan menghentikan sementara penggunaan obat sediaan sirup untuk terapi pada anak.

“Namun dalam kondisi tertentu, berdasarkan pertimbangan antara risiko dan kemanfaatannya dan diputuskan oleh Dokter untuk tetap menggunakan obat dalam bentuk sediaan sirup, maka Apoteker perlu melakukan pengawasan bersama dokter terkait keamanan penggunaan obat,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, Noffendri dalam keterangannya, Kamis (20/10).

Read More

Noffendri menjelaskan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 105 menyatakan, sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.

Dia memastikan, senyawa etilen glikol dan dietilen glikol tidak digunakan dalam formulasi obat. Namun tak dipungkiri, keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol (Farmakope Indonesia, US Pharmacopeia).

“Batas nilai toleransi tersebut tidak menimbulkan efek yang merugikan,” ungkap Noffendri.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 106 menyatakan, sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. Menurutnya, obat yang mendapatkan izin edar dari Badan POM sudah melalui proses pengujian serta memenuhi standar keamanan, kualitas, kemanfaatan dan diproduksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Oleh karena itu, Noffendri mengimbau kepada apoteker yang bekerja di industri farmasi untuk terus berupaya meningkatkan kepatuhan pada standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terutama dalam menjaga kualitas obat-obatan yang diproduksi.

“Ikatan Apoteker Indonesia mengimbau kepada Apoteker untuk berkolaborasi bersama dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk melakukan monitoring penggunaan obat oleh pasien/masyarakat,” tegas Noffendri.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan meminta para dokter dan fasilitas layanan kesehatan untuk tidak memberikan resep obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup. Hal itu untuk mengantisipasi adanya peningkatan kasus gangguan ginjal akut misterius yang kini sudaj diderita 192 anak.

Obat sirup akan diteliti demi kewaspadaan. Dalam surat resmi Kemenkes per tanggal 18 Oktober 2022, disebutkan tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair atau sirup sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal itu demi kewaspadaan dan meneliti obat tersebut.

“Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas sirup atau cair dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya kepada wartawan, Rabu (19/10) kemarin.

Editor : Nurul Adriyana Salbiah

Reporter : Muhammad Ridwan



Sumber: www.jawapos.com

Related posts