AED.OR.ID – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan penyebab harga tahu dan tempe merangkak naik ialah karena harga kedelai yang semakin mahal. Secara global, harga kedelai naik dari USD 606 per ton pada Januari 2022 menjadi sebesar USD 664 per ton pada September 2022.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS Pusat Setianto mengatakan, melonjaknya harga kedelai secara global menyebabkan harga tahu dan tempe mahal di pasaran. Berdasarkan catatan BPS, pada Oktober 2022, harga tempe dibanderol Rp 12.667 per kg dari sebelumnya Rp 12.421 per kg pada September 2022.
“Jadi, harga kedelai yang terus meningkat dari USD 606 per ton Januari 2022 ini menjadi USD 664 per ton di September 2022 ini yang menyebabkan dampak pada peningkatan harga tahu dan tempe,” kata Setianto dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/11).
Sementara itu, mengutip panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) sejak 19 Oktober 2022, harga tercatat di Rp 14.070 per kg biji kering impor. Lalu beranjak naik hingga Rp 14.080 per kg pada 25 Oktober 2022.
Sementara per 1 November 2022 rata-rata harga kedelai biji kering impor dibanderol sebesar Rp 14.360 per kilogram (kg) dari sebelumnya pada September 2022 sebesar Rp 12.385 per kg.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan alias Zulhas mengatakan, terkait harga kedelai yang terus merangkak naik, pihaknya memastikan akan segera melakukan impor. Dalam hal ini, kata Zulhas, pemerintah melalui Bulog akan mengimpor sebanyak 300.000 ton dengan pengiriman awal sebesar 50.000 ton.
Adapun nantinya, kedelai akan dijual di pasar dengan harga Rp 10.000 per kg sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat koordinasi Senin (31/10) kemarin. Sehingga menurutnya, harga kedelai yang saat ini terkatrol naik bisa turun pada Januari-Februari 2023.
“Bulog akan mengimpor kedelai secara langsung sehingga harga pada Januari—Februari tahun depan
diprediksi akan turun,” ujar Mendag Zulhas saat melakukan kunjungan kerja ke Pasar Kertek Wonosobo, Jawa Tengah, Selasa (1/11).
Diberitakan sebelumnya, Bapanas/National Food Agency (NFA) melaporkan berdasarkan perhitungan prognosa Januari–November 2022, stok akhir kedelai diperkirakan masih dalam kondisi surplus sebanyak 54.983 ton. Jumlah tersebut merupakan hasil perhitungan dari ketersediaan 2.758.151 ton dikurangi kebutuhan selama Januari-November 2022 sebesar 2.703.169 ton.
Sehingga dengan stok sebanyak 54.983 ton, menurut NFA apabila dibagi rata-rata konsumsi harian nasional sebesar 8.191 ton per hari. Maka, stok tersebut hanya dapat memenuhi kebutuhan sekitar 7 hari.
Terkait itu, NFA mendorong percepatan importasi untuk memenuhi ketahanan stok kedelai. “Jadi, kita mendorong percepatan realisasi importasi kedelai untuk memenuhi dan memperpanjang kecukupan stok kedelai,” ujar Deputi 1 Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi NFA I Gusti Ketut Astawa dalam keterangan resmi, Rabu (26/10).
Editor : Estu Suryowati
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Sumber: www.jawapos.com